Puisi
ini bisa dikatakan sebagai kritik pendidikan pada masa sekarang, ini terlihat pada penggalan puisi Sajak
Seonggok Jagung sebagai berikut
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda tamat SLA
Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
dan seorang pemuda tamat SLA
Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
Ia memandang jagung itu
dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
(Sajak Seonggok Jagung Bait ke-27
sampai bait ke-33)
Makna
didaktis dari puisi tersebut adalah seorang siswa tamat SLA yang hanya
terkatung-katung tampa bisa berbuat seseutu dengan seonggok jagung di kamarnya.
Inti
dari petikan puisi “Sajak Seonggok Jagung,” tidak hanya bicara soal kemiskinan
itu sendiri pada satu sisi, tetapi pada sisi lainnya bicara juga soal gagalnya
pendidikan, yang menyebabkan macetnya daya kreativitas di dalam diri seseorang
– karena keberhasilan selalu diandaikan dengan lulus dari perguruan tinggi.
Padahal pada kenyataannya di dalam kehidupan sehari-hari, banyak yang lulus
dari perguruan tinggi tidak bisa mendapat pekerjaan, dan malah jadi parasit
bagi lingkungan hidupnya. Inilah yang dikritik Rendra.
Lebih
jauhnya, puisi yang ditulis oleh Rendra itu hendak berbicara bahwa seorang
pemuda dengan seoonggok jagung di kamar itu sesungguhnya bisa hidup jika ia
kreatif, yakni dengan cara mengolah jagung itu sendiri. Jagung dalam puisi
tersebut adalah serupa simbol, atau metafora, atau apa pun, yang bisa diolah,
yang bisa dijadikan bahan sebagai sumber penghidupan.
Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
(Sajak Seonggok Jagung bait ke-42
sampai bait ke- 45)
Dari bait
tersebut jelas tergambar bahwa nilai didaktis yang bisa kita ambil langsung
tersurat dalam puisi tersebut yaitu pandangan hidup atau bekal hidup bukan
hanya dari buku tapi juga dari kehidupan sebenarnya yang terjati. Inti dari
bait ini adalah ketika seorang siswa yang tamat sekolah dan hanya bisa memahami
kehidupan berdasarkan teori tapi buka secara praktik langsungnya maka dia kan
gagal dalam kehidupannya. Dalam sebuah hidup bukan hanya pendidika saja yag
perlu kita utamakan tapi bagaimana rasa sosial kita terhadap sesama, terhadap
kehidupan sekitar , bila kita bisa beradaptasi dengan kehidupan sekitar maka
kehidupan ini akan lebih muda dan terbantu.
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
(Sajak Seonggok Jagung Bait ke- 51
sampai ke-64)
Dalam puisi tersebut tertulis “apagunanya pendidikan bila hanya mendorong
seseorang kektoa menjadi layang-layang di Ibu Kota” penyair menuliskan ini
karena seorang pemuda dari desa yang jauh -jauh dari desa untuk mencari ilmu
namun, karena ilmu tersebut dia menjadi
kuper atau kurang pergaulan, seta menjadi suatu pajangan yang hanya terombang
ambing ditengah ibu kota. Ilmu sejati adalah imu yang bermanfaat untuk
kehidupan kita di dunia luar, yaitu dunia kerja dan dunia bermasyarakat.
Rasa keterasingan muncul adari seorang pemuda itu karena dulunya yang saat
dia dikota dan hanya memikirkan tentang ilmu pelajarannya saja seperti IPA,IPS,
Filsafat atau apalah. Namun segala ilmu itu tidak akan ada artinya bila tidak
ada hubungannya dengan kehidupan kita nantinya. Pendidikan memang nomer satu
yang penting untuk ditempuh namun alangkah baiknya jika pendidikan itu bukan
hanya pendidikan secara formal seperti pelajaran namun juga pendidikan secara
non formal yang diselipakan pada sekolah tersebut. Pendidikan non formal ini
bisa berupa pelatihan tataboga, pramuka, pmi, atau sebgainya yang menimbuhka
jiwa sosial tinggi dan juga kreatifitas tinggi.
Dalam sajak Sajak Seonggok Jagung mengaskan bahwa
pendidikan kita tak mampu memberikan apa-apa. Pendidikan kita hanya membuat
siswa/mahasiswa terasing dan tercerabut dari kehidupan. Pendidikan hanya
menambah pengangguran di Ibukota, dan dengan bahasa yang amat liris Rendra
menyindir para mahasiswa yang setelah lulus malah merasa asing dan sepi ketika
telah pulang ke daerahnya. Pertanyaan-pertanyaan yang sekaligus penegasan
realitas tersebut adalah problem pendidikan nasional yang sulit terpecahkan.
Keterasingan hasil
pendidikan terhadap masyarakat diakibatkan oleh tidak ilmiahnya kurikulum
yang diberikan. Istilah ilmiah menandakan bahwa pendidikan harus bisa
dibuktikan kebenarannya. Ia harus direlevansikan atau berkaitan langsung dengan kebutuhan dan
realitas masyarakat.