Senin, 13 Oktober 2014

PUISI SEONGGOK JAGUNG KARYA W.S RENDRA


Puisi ini bisa dikatakan sebagai kritik pendidikan pada masa sekarang,  ini terlihat pada penggalan puisi Sajak Seonggok Jagung sebagai berikut
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda tamat SLA
Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
Ia memandang jagung itu
dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
(Sajak Seonggok Jagung Bait ke-27 sampai bait ke-33)
Makna didaktis dari puisi tersebut adalah seorang siswa tamat SLA yang hanya terkatung-katung tampa bisa berbuat seseutu dengan seonggok jagung di kamarnya. Inti dari petikan puisi “Sajak Seonggok Jagung,” tidak hanya bicara soal kemiskinan itu sendiri pada satu sisi, tetapi pada sisi lainnya bicara juga soal gagalnya pendidikan, yang menyebabkan macetnya daya kreativitas di dalam diri seseorang – karena keberhasilan selalu diandaikan dengan lulus dari perguruan tinggi. Padahal pada kenyataannya di dalam kehidupan sehari-hari, banyak yang lulus dari perguruan tinggi tidak bisa mendapat pekerjaan, dan malah jadi parasit bagi lingkungan hidupnya. Inilah yang dikritik Rendra.
Lebih jauhnya, puisi yang ditulis oleh Rendra itu hendak berbicara bahwa seorang pemuda dengan seoonggok jagung di kamar itu sesungguhnya bisa hidup jika ia kreatif, yakni dengan cara mengolah jagung itu sendiri. Jagung dalam puisi tersebut adalah serupa simbol, atau metafora, atau apa pun, yang bisa diolah, yang bisa dijadikan bahan sebagai sumber penghidupan.
Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
(Sajak Seonggok Jagung bait ke-42 sampai bait ke- 45)
Dari bait tersebut jelas tergambar bahwa nilai didaktis yang bisa kita ambil langsung tersurat dalam puisi tersebut yaitu pandangan hidup atau bekal hidup bukan hanya dari buku tapi juga dari kehidupan sebenarnya yang terjati. Inti dari bait ini adalah ketika seorang siswa yang tamat sekolah dan hanya bisa memahami kehidupan berdasarkan teori tapi buka secara praktik langsungnya maka dia kan gagal dalam kehidupannya. Dalam sebuah hidup bukan hanya pendidika saja yag perlu kita utamakan tapi bagaimana rasa sosial kita terhadap sesama, terhadap kehidupan sekitar , bila kita bisa beradaptasi dengan kehidupan sekitar maka kehidupan ini akan lebih muda dan terbantu.
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
(Sajak Seonggok Jagung Bait ke- 51 sampai ke-64)
Dalam puisi tersebut tertulis “apagunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang kektoa menjadi layang-layang di Ibu Kota” penyair menuliskan ini karena seorang pemuda dari desa yang jauh -jauh dari desa untuk mencari ilmu namun,  karena ilmu tersebut dia menjadi kuper atau kurang pergaulan, seta menjadi suatu pajangan yang hanya terombang ambing ditengah ibu kota. Ilmu sejati adalah imu yang bermanfaat untuk kehidupan kita di dunia luar, yaitu dunia kerja dan dunia bermasyarakat.
Rasa keterasingan muncul adari seorang pemuda itu karena dulunya yang saat dia dikota dan hanya memikirkan tentang ilmu pelajarannya saja seperti IPA,IPS, Filsafat atau apalah. Namun segala ilmu itu tidak akan ada artinya bila tidak ada hubungannya dengan kehidupan kita nantinya. Pendidikan memang nomer satu yang penting untuk ditempuh namun alangkah baiknya jika pendidikan itu bukan hanya pendidikan secara formal seperti pelajaran namun juga pendidikan secara non formal yang diselipakan pada sekolah tersebut. Pendidikan non formal ini bisa berupa pelatihan tataboga, pramuka, pmi, atau sebgainya yang menimbuhka jiwa sosial tinggi dan juga kreatifitas tinggi.
Dalam sajak Sajak Seonggok Jagung mengaskan bahwa pendidikan kita tak mampu memberikan apa-apa. Pendidikan kita hanya membuat siswa/mahasiswa terasing dan tercerabut dari kehidupan. Pendidikan hanya menambah pengangguran di Ibukota, dan dengan bahasa yang amat liris Rendra menyindir para mahasiswa yang setelah lulus malah merasa asing dan sepi ketika telah pulang ke daerahnya. Pertanyaan-pertanyaan yang sekaligus penegasan realitas tersebut adalah problem pendidikan nasional yang sulit terpecahkan. Keterasingan hasil pendidikan terhadap masyarakat diakibatkan oleh tidak ilmiahnya kurikulum yang diberikan. Istilah ilmiah menandakan bahwa pendidikan harus bisa dibuktikan kebenarannya. Ia harus direlevansikan  atau berkaitan langsung dengan kebutuhan dan realitas masyarakat.